Bukankah suatu kegilaan bila kita
terbakar selamanya dalam nyalaan api. ? Bukankah suatu kegilaan jika
tidak makan dan tidur sedikitpun. ? Semakin ubat dicari semakin parah
sakitnya.. Begitu dekat, namun terasa begitu jauh.. Hanya kata “Laila” yang sangat
berarti. Ketika orang membicarakan hal lain, ia akan menutup telinganya
dan mengunci mulutnya. Katakan padanya: “Orang yang telah
mengorbankan segalanya untuk-Mu menyampaikan salam dari jauh. Titipkan
sehembus nafas-Mu melalui sang angin untuk memberitahu dia bahawa
engkau masih memikirkannya.” “Oh lilin jiwaku jangan kau siksa
diri ku, ketika aku mengelilingimu, kau telah memikatku, kau telah
merampas tidurku, akalku juga tubuhku.” Laila adalah cahaya fajar, Majnun
adalah sebatang lilin Laila adalah keindahan, Majnun adalah kerinduan
Laila menabur benih cinta, Majnun menyiraminya dengan air mata Laila
memegang cawan anggur cinta, Majnun berdiri mabuk oleh aromanya “Aku bagaikan orang yang kehausan,
kau pimpin aku menuju sungai Eufrat, lalu sebelum sempat aku minum,
kau menarikku dan kembali ke kawasan panas membara, padang pasir yang
tandus !.. Kau mengajakku ke meja jamuan,
tapi tidak pernah mempersilakanku makan ! mengapa kau menampakkannya
kepadaku di awal, jika tidak pernah berniat untuk membiarkan aku
memiliki hartaku.?” “Aku melihat matanya dalam matamu,
lebih hitam dari kegelapan. Namun bayangannya tidak akan kembali oleh
hanya kesamaan. Kerana apa yang telah hilang dariku tidak akan
digantikan. Dan yang tersisa hanyalah kenangan yang menyakitkan.” “Setiap hembusan angin membawa
harumanmu untukku. Setiap kicauan burung mendendangkan namamu untukku.
Setiap mimpi yang hadir membawa wajahmu untukku. Aku milikmu, aku
milikmu, jauh maupun dekat. Dukamu adalah dukaku, seluruhnya milikku, di
manapun ia tertambat.” Di alam ini semua hal ditakdirkan
untuk binasa, tidak ada yang abadi. Namun, jika Anda “mati” sebelum
Anda mati, berpaling dari dunia dan kemunafikan wajahnya, Anda akan
meraih keselamatan dalam kehidupan yang abadi. Terserah pada Anda: Anda
adalah penentu bagi takdir Anda sendiri. Pada akhirnya kebaikan akan
bersatu dengan kebaikan dan keburukan dengan keburukan. Ketika rahasia
Anda diteriakkan dari puncak gunung dan gaungnya kembali, Anda akan
mengenali suara itu sebagai suara Anda sendiri.. Jalan kita berbeza dan tidak akan
pernah bertemu.. Kau adalah sahabat bagi dirimu sendiri. Diriku adalah
musuh terbesarku. Apakah kau fikir akulah yang kau
lihat dihadapamu ?. Kau membayangkan bahawa kau
melihatku, tapi dalam kenyataannya aku tidak
ada lagi. Aku telah tiada dan hanya yang
dicintai yang kini tersisa. Akhirnya seorang sufi bermimpi
melihat Majnun berada di samping Tuhan, dan Tuhan membelai-belai kepala
Majnun dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Majnun disuruh duduk
di samping Tuhan, lalu Tuhan berkata: “Tidakkah engkau malu memanggil
Aku dengan nama Laila setelah kau teguk anggur cinta-Ku? “ sufi itu
terbangun dalam keadaan cemas, Ia melihat posisi Majnun, tetapi di
manakah Laila.. ? Tuhan mengilhamkan dalam hatinya, bahwa posisi Laila
lebih tinggi lagi, karena Laila menyembunyikan kisah cinta dalam
hatinya. Laila.. berlalu masa,saat orang meminta
pertolonganku dan sekarang adakan seseorang
penolong yang akan memberitahu rahsia
jiwaku pada Laila? wahai Lailacinta telah membuatkan
aku lemah tak berdaya sperti anak hilang,jauh dari
keluarga dan tidak memiliki harta.. wahai angin sampaikan salam ku pada
Laila!tanyakan padanya adakah dia masih mahu berjumpa dgnku? bukankah aku telah berkorban
kebahagianku kerananya? hingga diri ini terbiar,sengsara
di padang pasir gersang.. wahai kesegaran pagi yang murni
dan indah, mahukah kau sampaikan kerinduanku
pada Laila? belailah rambutnya yang hitam
berkilau, untuk mengungkapkan dahagacinta yg
memenuhi hatiku.. wahai angin mahukah kau membawa
keharuman rambutnya kepada ku? sebagai pelepas rindu di hati..
Di alam semesta, tak terhitung banyaknya
sistem yang bekerja. Allah menempatkan semua sistem ini dalam kendali-Nya meski
di saat kita tidak menyadarinya, misalnya, saat kita sedang membaca, berjalan,
atau tidur. Allah menciptakan alam semesta beserta seluk-beluknya yang rinci
yang berjumlah tak terhitung agar manusia dapat memahami kekuasaan-Nya yang tak
terbatas. Di dalam Al Quran, Allah berfirman kepada manusia dan menjelaskan
alasan penciptaan keteraturan di alam semesta sebagai berikut, “…agar kamu
mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesunguhnya
Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath Thalaaq,
65:12) Keteraturan ini mengandung seluk-beluk yang begitu banyak sehingga
manusia takkan mungkin tahu dari mana harus mulai memikirkannya.[1]
PENDAHULUAN
Sejarah mengatakan bahwa manusia selalu mencoba memahami alam
tempat mereka tinggal. Skema kreasi yang wujud dalam kenyataan di sekitar
mereka menghasilkan pemikiran-pemikiran yang timbul, baik didasari dengan akal
yang berujung dengan hipotesa, atau pun kepercayaan bersifat mitos yang
didirong oleh keimanan terhadap hal yang mewujudkan semua itu. Ketika menghadap
ke samping kanan-kiri, depan-belakang, mereka akan menemukan pohon, gunug,
laut, sungai, dan sebagainya. Ketika
menghadap ke bawah, mereka akan mendapati emas, minyak, batu baru, atau barang
tambang lainnya hingga inti bumi. Dan ketika menghadap ke atas, mereka sadar
bahwa alam ini sungguh besar dan tak terbatas. Sekumpulan bintang yang
memercikkan cahaya bagi pengikut matrealisme merupakan energi alam murni dan
independen seperti matahari, dan benar-benar akan menjadi tanda kuasa dan
kebesaran Tuhan bagi penikmat iman yang dapat ia peroleh dari manapun dan
siapapun.
Semesta raya tercipta setelah terjadinya
ledakan besar atau yang disebut sebagai Bigbang. Segala yang ada dalam dunia
ini berasal dari satu kemudian terpecah dengan adanya hal tersebut. Memisah
dengan terbentuknya planet-planet, galaksi, bintang, galaksi dan batu-batuan
angkasa lainnya. Banyak ilmua yang telah membuktikan teori ini dan sejauh ini
sesuai dengan kenyataan.
Kita sebagai ummat Islam sementara hanya bisa
menunggu apa yang dikatakan oleh ilmuan-ilmuan barat yang diantaranya adalah peneliti
luar angkasa Amerika atau sering kita dengar sebagai NASSA. Namun benar
tidaknya hal tersebut dapat kita temukan dalam kitab suci Ummat Islam yaitu
Al-Qur’an sebagai pegangan sepanjang masa dengan Ayat-ayatnya yang
Multi-Tafsir. Betapa pun demikian, kita hendaknya dapat menambah keimanan kita
dengan temuan-temuan riil yang tidak pernah bertentangan dengannya.
Kali ini, penulis ingin menjelaskan beberapa
poin yang berkaitan dengan masalah Bintang dan Galaksi dalam Al-Qur’an.
Benarkah terdapat Ayat yang menjelaskan tentang keduanya hingga banyak penafsir
yang berani menjelaskan bahwa Al-Qur’an juga menjelaskan sesuatu yang teoritis
dalam ilmu atau sains.
PEMBAHASAN
Definisi
Galaksi adalah sebuah sistem yang terikat oleh gaya gravitasi yang terdiri atas
bintang, gas dan debu kosmik medium antar-bintang, dan kemungkinan substansi hipotetis
yang dikenal dengan materi gelap.[2]Galaksi terdiri dari milyaran
bintang-bintang. (Bintang merupakan benda langit seperti halnya matahari. Namun
bumi dan bulan bukan bintang). Terdapat sekitar tiga trilliun bintang dalam
galaksi yang terbesar. Pada umumnya setiap galaksi berisi 200 hingga 300 milyar
bintang, sementara galaksi kecil memiliki 100 milyar bintang.[3]
Kata galaksi diturunkan dari istilah bahasa Yunani untuk Milky Way (galaksi
kita), galaxias (γαλαξίας), atau kyklos galaktikos. Kata ini berarti
"lingkaran susu", sesuai dengan penampakannya di angkasa. Dalam
mitologi Yunani, Zeus menempatkan anak laki-lakinya yang dilahirkan oleh
manusia biasa, bayi Heracles, pada payudara Hera ketika Hera sedang tidur sehingga
bayi tersebut meminum susunya dan karena itu menjadi manusia abadi. Hera
terbangun ketika sedang menyusui dan kemudian menyadari ia sedang menyusui bayi
yang tak dikenalnya: ia mendorong bayi tersebut dan air susunya menyembur
mewarnai langit malam, menghasilkan pita cahaya tipis yang dikenal dalam bahasa
Inggris sebagai Milky Way (jalan susu).[4]
Para ilmuan telah mensepakati bahwa sebelum galaksi dalam alam ini terbentuk,
dapat dikenali bahwasanya sebelum menjadi seperti ini semua itu
berasal dari material gas.[5]
Dengan kata lain, Galaksi dibentuk oleh Gas atau Awan dalam jumlah yang besar
kemudian membentuk suatu gumpalan raksasa yang disebut dengan Galaksi.
Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang semu dan
bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya
sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang
nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan
bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang
nyata)[6]. Karena
jaraknya yang sangat jauh, semua bintang -kecuali Matahari- hanya tampak
sebagai titik saja yang berkelap-kelip karena efek turbulensi atmosfer Bumi.
Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalah Semua benda masif (bermassa
antara 0,08 hingga 200 massa matahari) yang sedang dan pernah melangsungkan
pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir. Oleh sebab itu bintang katai
putih dan bintang neutron yang sudah tidak memancarkan cahaya atau energi tetap
disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan Bumi adalah Matahari pada
jarak sekitar 149,680,000 kilometer.
Al-Qur’an berbicara Galaksi dan Bintang
Beberapa penafsir mencoba menghubungkan semua itu dengan apa yang telah
menjadi temuan para pakar astronomi dan ilmu modern tersebut. Mereka dapat
menemukan dan mengkorelasikan semua itu dengan firman Allah pada surat
fushshilat : 11
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Al-Qur’an sedikit banyak telah
menyinggung tentang peristiwa ini yang dalam faktanya –oleh ilmuan- menunjukkan
bahwa semula terdiri dari unsur gas atau dalam bahasa arab dikatakan sebagai ‘Dukhan’[7].
Salah satu bukti lagi tentang klaim kebenaran Al-qur’an dalam kacamata ilmu
pengetahuan adalah runtuhnya bintang. Dalam fakta temuan para ilmuan Astronomi
dan Galaksi, jutaan bahkan milyaran bintang dalam suatu galaksi ada yang
beredar dengan lancar dan beberapa yang runtuh, hancur dan meledak. Teori ini
disebut juga dengan teori Stellar Collapse[8],
dan beberapa diantaranya juga memilki rotasi yang cepat. Hal ini juga didapat
oleh ilmuan islam dalam perkembangan penafsiran ilmiyah dalam surat Al-Najm 1-5
yang berbunyi:
“Demi bintang ketika
terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah
yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya
oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS An-Najm: 1-5).
Ayat-ayat ini
menyebutkan banyak karakter yang dimiliki semua bintang seperti: bintang
runtuh, bintang cepat rotasi, semua bintang kehabisan bahan bakar lalu runtuh
dan meledak. Oleh karena itu, kata hawa (runtuh atau jatuh) dalam ayat pertama
secara akurat dapat mengekspresikan fenomena ini.
bintang yang sangat
cemerlang bergerak di alam semesta yang luas. Para ilmuwan mengatakan bahwa
semua bintang bergerak dengan cepat dan bahwa tidak ada bintang yang tenang,
seperti yang terpikir di masa lalu. Allah yang Maha Perkasa menyatakan di dalam
Alquran:
وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ
يَسْبَحُونَ
"Mereka
masing-masing mengambang dalam garis edarnya." (Yasin: 40).
Macam-macam Galaksi
Orang yang pertama kali
membuat klasifikasi galaksi adalah Edwin P. Hubble dimana ia mengelompokkan
Galaksi berdasarkan bentuk Galaksi dalam foto. Klasifikasi awal adalah
galaksi-galaksi Elips yang kemudian bercabang menjadi deretan berbentuk spiral
normal dan spiral berpalang, kemudian diakhiri dengan galaksi-galaksi yang
bentuknya tidak teratur.
1.Galaksi Elip
Dikatakan elip karena dapat dilihat
dari kadar kelonjongannya mulai dari yang hampir berbentuk cincin hingga yang
paling lonjong. 2. Galaksi
Spiral
3.
Galaksi Spiral Berpalang
Galaksi memiliki bentuk dan
dimensi yang luar biasa, dan berikut ini adalah deskripsi beberapa Galaksi
dengan angka[9]:
1.Galaksi Bima Sakti (Milky way)
Luas Galaksi = 100 ribu tahun cahaya. (satu
tahun cahaya = 9,46 trilyun km). sedangkan jarak bumi dari pusat galaksi =
25.000 tahun cahaya.
2.Galaksi 4258 NGC
Luas Galaksi = 131 ribu tahun cahaya. Jarak
bumi dengan pusat galaksi = 25 juta tahun cahaya.
3.Galaksi 87 M
Luas Galaksi = 120 ribu tahun cahaya. Jarak
bumi dengan pusat galaksi = 50 juta tahun cahaya.
4.Galaksi Andromeda
Luas Galaksi = 200 ribu tahun cahaya. Jarak
bumi dengan pusat galaksi = 2 juta tahun cahaya.
5.Great Wall
Luas Galaksi = 200-500 juta tahun cahaya
(perkiraan). Masuk dalam kategori supercluster atau sekumpulan gugusan bintang
raksasa yang terjalin oleh tali (filaments) dan membentuk sebuah jarringan
besar.
Dari fakta tersebut, banyak sekali
galaksi yang tidak dapat dijangkau oleh satelit dan hanya Allah lah yang
mengetahuainya. Hanya beberapa dari ribuan satelit yang dapat diketahui
informasinya.
KESIMPULAN
Mengutip apa yang dikatakan oleh
ilmuan Muslim ternama, Harun Yahya yang mengatakan bahwa tidak lah mungkin alam
ini terbentuk karena sendirinya. Keteraturan yang ada dalam sistem tata surya
menandakan bahwa Tuhan lah yang menciptakan semesta alam ini, bukan suatu
Energi tertentu kemudian membentuk “The Universe” dengan sendirinya. Pendapat
Matrealisme seperti ini sudah tidak mungkin dapat diterima karena keberadaan
‘Sesuatu’ yang menciptakan dan mengaturnya harus lah ada, yaitu Tuhan.
Kebenaran tidak hanya berhenti di
situ. Sebagai Muslim yang mewarisi kitab suci Al-Qur’an telah benar-benar
dibuktikan dengan fakta-fakta yang mencengangkan antara para penafsir Al-Qur’an
ilmiyah-Sains dengan ilmuan Sains murni. Keduanya berelaborasi dan membentuk
satu-kesatuan pemahaman yang utuh walaupun mungkin masih bersifat sementara.
Namun, sejauh ini, Ayat-ayat Al-Qur’an tidak bertentangan dengan teori-teori
sains yang benar-benar valid.
Sebagai contoh kecil seperti yang
telah dikemukakan dalam makalah ini adalah unsur yang membentuk galaksi, yakni
Gas. Dan bukan suatu kebetulan bahwa beberapa kalangan yang mengatakan bahwa
Al-Kitab dibuat oleh Muhammad ini mampu menjawab persoalan yang mustahil
terjawab lebih kurang seribu lima ratus tahun lalu. Al-Qur’an mengatakan dengan
jelas dengan lafal ‘Dukhan’ yang berarti awan, mendung, ataupun gas.
Apakah kita masih mempercayai dengan syak wasangka semacam itu.
Dan contoh lagi adalah wujud dari
galaksi yang sedemikian banyak dan luasnya. Betapa pun manusia mencoba memahami semua
itu, namun ketidakmungkinan adalah jawabannya. Karena tidak mungkin teknologi
secanggih apa pun untuk bertahan dan akti selama berjuta-juta tahun. Allah
Ta’ala telah berirman; “Hai golongan Jin dan Manusia! Jika kamu sanggup
menembus (melintas) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan
mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari) Allah,” (QS. Al Rahman:33)
Selama kita tidak meragukan fenomena menakjubkan yang
ditemukan sekarang, padahal ia tidak diketahui pada saat Al-Quran diturunkan,
maka kita harus menyadari bahwa Al-Qur’an ini bersumber dari Allah Ta'ala.
Wallahu A’lam
[1]
, Harun. Pesona Di Angkasa Raya. Bab II, Alam Semesta.
[2]
Sparke, L. S.; Gallagher III, J. S. (2000). Galaxies in the Universe: An
Introduction. Cambridge: Cambridge University
[3]
Yahya, Harun. Pesona Di Angkasa Raya. Bab II, Alam Semesta.
Diposting oleh
Yuswan Rois on Sabtu, 23 April 2011
1.Pembukaan
Sudah menjadi keinginan setiap manusia baik muslim ataupun non muslim untuk mengetahui apa yang terkandung dalam alquran, sementara Al-Quran turun dalam bahasa Arab (Qur’anan ‘arobiyyan), padahal tidak semua orang dapat mengerti apalagi menguasai Bahasa Arab, maka dengan alasan itulah penerjemahan Al-Quran sangat dibutuhkan hingga ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Pemakalah di sini akan mencoba menjelaskan sedikit tentang sejarah penerjemahan Al-Quran, pengertian terjemah, pembagian terjemah, syarat-syarat penerjemah, hukum terjemah, kedudukan terjemah jika dibandingkan dengan Alquran itu sendiri, dan terakhir tentang puisisasi Al-Quran.
2.Pembahasan
Sejarah singkat
Sebelum berkembangnya bahasa Eropa modern, yang berkembang di Eropa adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan AL-Quran dimulai kedalam bahasa Latin. terjemahan itu dilakukan untuk keperluan biara Clugny kira-kira tahun 1135.
Prof. W. Montgomery Watt dalam bukunya bell’s Introduction to the Quran (Islamic Surveys 8), menyebutkan bahwa pertanda dimulainya perhatian Barat terhadap study Islam adalah dengan kunjungan Peter the Venerable, Abbot of Clugny ke Toledo, pada abad kedua belas, diantara usahanya adalah menerbitkan serial keilmuan untuk menandingi kegiatan intelektual Islam saat itu, terutama di Andalus. Sebagai bagian dari kegiatan tersebut adalah menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Latin yang dilakukan oleh Robert of Ketton (Robertus Retanensis), dan selesai pada juli 1143.
Abad Renaissance di Barat memberi dorongan lebih besar untuk menerbitkan buku-buku Islam, pada awal abad keenam belas buku-buku Islam banyak diterbitkan, termasuk penerbitan Al-Quran pada tahun 1530 di Venica dan terjemah Al-Quran kedalam bahasa Latin oleh Robert of Ketton tahun 1543 di Basle, dengan penerbitnya Bibliander. dari terjemahan bahasa latin inilah, kemudian Al-Quran diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa.
Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa selain Eropa, seperti Afrika, Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastho, Benggali, Jepang dan berbagai bahasa di kepulauan Timur, tidak ketinggalan pula Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, pada pertengahan abad ketujuh belas, Abdul Ra’uf fansuri, seorang ulama dari Singkel, Aceh, menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Melayu, walau mungkin terjemahan itu ditinjau dari sudut ilmu bahasa Indonesia modern belum sempurna, namun, pekerjaan itu adalah berjasa besar sebagai pekerjaan perintis jalan; hingga pada saat ini, kita bisa mendapatkan berbagai terjemahan Al-Quran dalam bahasa Indonesia dengan sangat mudah dan bermacam-macam versi.
Pengertian Dan Pembagiannya :
Kata Tarjamah, yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut dengan Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti :
* Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu.
* Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama.
* Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain.
* Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, dan pengertian yang keempat ini, yang akan kita bahas lebih lanjut, mengingat pengertian inilah yang biasa dipahami oleh banyak orang (‘Urf), dari kata Tarjamah.
Sedangkan Tarjamah sendiri terbagi menjadi dua macam:
1. Tarjamah Harfiyah atau Tarjamah Lafdhiyah.
2. Tarjamah Tafsiriyah atau Tarjamah Ma’nawiyah.
Pengertian Tarjamah Harfiyah adalah memindahkan (suatu isi ungkapan) dari satu bahasa ke bahasa yang lain, dengan mempertahankan bentuk atau urutan kata-kata dan susunan kalimat aslinya.
Sedangkan Tarjamah Tafsiriyah adalah menerangkan sebuah kalimat dan menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa memepertahankan susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua Ma’na yang terkandung dalam kalimat aslinya yang diterjemah.
Sebagai contoh adalah زيد يقدّم رجلاً ويؤخّر أخرى . Bila kita artikan dengan Tarjamah Harfiyah, maka, artinya adalah Zaid mendahulukan satu kakinya dan mengakhirkan kaki yang satunya lagi, sedangkan bila kita mengartikan dengan Tarjamah Tafsiriyah, maka, artinya adalah Zaid ragu-ragu (يتردّد) dalam mengambil keputusan, misalnya; Dalam istilah bahasa Arab, kata mendahulukan satu kaki dan mengakhirkan kaki yang lainya, sebagai bentuk Kinayah (Metafora) dari perasaan ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Perbedaan Antara Tarjamah Tafsiriyah Dan Tafsir:
Ada beberapa titik perbedaan antara Tarjamah Tafsiriyah dan Tafsir dari dua segi:
1.Perbedaan bahasa, bahasa Tafsir terkadang atau kebanyakan memakai bahasa yang sama, sementara bahasa Tarjamah Tafsiriyah harus dengan bahasa yang berbeda.
2.Bagi pembaca Tafsir, bisa memperhatikan rangkaian dan susunan teks asli beserta arti yang di tunjukan, di samping teks terjemahanya; sehingga dia bisa menemukan kesalahan-kesalahan yang ada, sekaligus meluruskanya. Andaikan dia tidak menangkap kesalahan itu, maka, pembaca yang lain akan menemukanya. Sedangkan pembaca terjemah, tidak sampai ke situ, karena dia tidak tahu susunan Al-Quran dan arti yang ditunjukanya, bahkan kesan yang ada, bahwa apa yang ia baca, dan ia pahami dari terjemah tersebut, adalah Tafsir atau arti yang benar terhadap Al-Quran, sedangkan pengecekan terhadap teks aslinya dan membandingkan dengan teks terjemahan, itu sudah di luar batas kemampuanya, selama dia tidak tahu bahasa Al-Quran.
Syarat-syarat penerjemah:
Seorang penerjemah Al-Quran harus memenuhi syarat-syarat berikut:
Penerjemah haruslah seorang muslim, sehingga tanggung jawab keislamannya dapat dipercaya.
Penerjemah haruslah seorang yang adil dan tsiqah. Karenanya, seorang fasik tidak diperkenankan menerjemahkan Alquran.
Menguasai bahasa sasaran dengan teknik penyusunan kata. Ia harus mampu menulis dalam bahasa sasaran dengan baik.
Berpegang teguh pada prinsip-prinsip penafsiran Al-Quran dan memenuhi kriteria sebagai mufasir, karena penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir.
Selain syarat di atas, shighat terjemahan harus benar jika diletakkan pada tempat aslinya dan terjemahann haruslah cocok benar dengan makna-makna dan tujuan-tujuan aslinya, dan penerjemah harus memberikan keterangan pendahuluan yang menyatakan bahwa terjemah Alquran tersebut bukanlah Alquran, melainkan tafsir Alquran.
Hukum Terjemah Al-Quran
Mengingat bahwa terjemah Al-Quran terbagi menjadi dua, Harfiyah dan Tafsiriyah, maka, untuk membahas hukum terjemah Al-Quran, harus membahas satu persatu dari dua macam Tarjamah Al-Quran tersebut.
Tarjamah Harfiyah
Tarjamah Harfiyah terhadap Al-Quran, adakalanya berupa Tarjamah yang menyerupainya (Bil Mitsli), dan adakalanya tidak menyerupainya (Bi Ghoiril Mitsli).
Tarjamah Harfiayah bil Mitsli artinya, menerjemahkan susunan Al-Quran ke dalam bahasa lain, dengan menjelaskan kata perkata, menyamakan gaya bahasanya (uslub-nya), sehingga bahasa terjemah mampu memuat apa yang terkandung dalam susunan naskah aslinya, yaitu Ma’na atau pesan-pesan yang tersampaikan dari gaya bahasa aslinya yang sangat Baligh , sekaligus hukum-hukum syariatnya.
Terjemahan model seperti ini mustahil untuk dilakukan karena diturunkanya Al-Quran mempunyai dua tujuan ( الغرض), yaitu:
a. Untuk menunjukan kebenaran Nabi SAW dalam risalah-nya yang beliau sampaikan dari tuhannya, ini semua terjadi, karena Al-Quran adalah Mu’jizat, yang mana andaikan Manusia dan Jin bersatu-padu, bahu membahu untuk membuat atau menandingi satu surat sekalipun, yang menyerupainya; niscaya mereka tidak akan mampu untuk selamanya.
b. Untuk memberikan petunjuk pada Manusia, kepada kemaslahatan dan keselamatannya, baik di Dunia maupun di Akhirat.
Sedangkan Tarjamah Harfiyah bi Ghoiril Mitsli adalah menerjemahkan susunan Al-Quran dari kata perkata sebatas kemampuan si penerjemah, dan sebatas jangkauan bahasa terjemah.
Literature which refers to a science with a broad discussion, which includes literary theory (discussing the basic notions about literary elements that make up a literary work, the types of literature and literary development of thought), history of literature (the dynamics of literature, figures and the characteristics of each stage of development of a literature, including literary works that stand out from the underlying streams of literature related to ideology and social conditions that influence it), literary criticism (talking about the understanding, interpretation, assessment, and appreciation of a literary work).
The types of literature include works of literature in the form of prose, literary form of poetry, literary form of drama. Prose form basically not directly related to the literature. Prose closer to the exposure, and an exposure is said to contain literary value because (1) within the exposure there is a row of events presented in a series of sentences that form a discourse, not shaped stanza and line, so the row the event will form a story, (2) in the event that the need for a character, one who plays and move the sequence of events, (3) in a series of events and characters are fictitious (not reality).
Meanwhile, poetry is a form of the oldest works of literature. Great works of world such as: Mahabharata, Ramayana, and Bharatayudha, and so written in the form of poetry. So that, not only to write poetry in literature, but also to beautify life. If literary works that shaped the drama is determined by the character among dialogues (story occurs because the dialogue), and can be enjoyed through a staging. Usually the play is the events themselves or events are staged, and the staging is related to audience participation.
The function of literature is to reveal the presence of beauty, value of benefits, and value of morality. A literary work is said to have value as works of literary beauty which was revealed in a prose, poetry, or drama is a literary work that can be enjoyed, both for readers (prose), listeners, and viewers. Thus, a good listener, reader, or watcher does not feel bored, depending on the quality of the relevant literature. If the quality of a literary work is low, then of course be boring readers, listeners, and viewers. Conversely, if a work has a high quality, although of course repeated, the readers, listeners, or viewers will not feel bored.
The more important of the functions of a literary work that has entertainment value and didactic value. A literary work (whether in the form of prose, poetry, or drama) to contain the value of entertainment and teach a moral message. For example, in the form of literary prose written by famous authors, of course, contain the value of entertainment. It also applies not only in the form of literary prose, but also in works of literature in the form of poetry and drama.
B.Description of Poems (Literature’s Works) in Java
Literary works of poetry known as Java (both ancient, medieval, and new) in accordance with its metrum, Javanese poetry include: (1) tembang gedhe/sekar ageng, with metrum of India and the language used Javanese ancient languages (kawi kuno), (2) tembangtengahan/sekartengahan, with India and local metrum of ancient Java and Java language middle, (3) tembang cilik/sekar alit/tembangmacapat with metrum of Islam and use the new Java language.
Poetical works of literature are also well regarded literary works of the oldest in Indonesia. Not only in different parts of the archipelago, also in Java, is the oldest works of literature poetry (old), commonly called as: parikan and wangsalan, and known as known by the name macapat.
Mantra is an old Java poetic form used to deal with human religiosity, especially in dealing with things supernatural / supernatural (including god). Mantra is designed to facilitate human touch with the Almighty. To make someone easy in carrying out his petition to the gods, then uttered incantations. This spells deemed to contain the sacred/ power “linuwih”, not just anyone can do it.
Apart from a spell, works of literature in the form of poetry (old poem), known in Indonesia is a rhyme and poetry. The other types of long poems are talibun, gurindam, tersina and so that has a structure that its principles are the same as the structure of rhyme and verse. Rhymes and poems show the strong ties in terms of linguistic structure or physical structure. Thematic structure (the structure of meaning) is stated by rule type of rhyme and verse. Ties that give the value of beauty in linguistic structures that form the number of syllables per line, the number of lines per stanza, each stanza of the poem, and the rules in terms of structure and Rithm.
In the tradition of Javanese culture, literature and poetry like poem is parikan and wangsalan. Poem is a poem formed Parikan Java model, which only exists in the usual two lines is named sampiran. While wangsalan, the first two lines is not only a sound, a puzzle that will be answered on the elements contents.
C.Relationship of Islam to Javanese Literature’s Works
Poetic form used in making the literary works of poets palace of Surakarta is the poem that has metrum of Javanese Islam, namely Mijil, Kinanthi, Pocung, sinom, Asmaradana, Dhandanggula, pangkur, Maskumambang, Durma, Gambuh, and Megatruh. The songs is shaped byJavanese macapat poem that contains the value of literature. The reason, poetry is essentially a work of literature, and all literary works are imaginative, and the expression of poetry or imaginative creator have value if the creators of literary poetry capable of expressing ideas carefully and accurately. So that, poetry should be expressive, imaginative, and the language used in poetry must be connotative. Connotative language in literary language meaning is usedwith allusion and symbolism. This is because in the language of literature, especially in poetry, there is concern all the power of language.
So, the macapat songs of new Java which is a poem that was revealed in literature, by the poets use to convey their ideas. Macapat songs have expressive qualities-imaginative, connotative and incarnate in the physical structure and non-physical in an integrated manner. The nature of such a requirement is a poem that has a value of quality literature.
The purpose of the linkage between Islam and Javanese literary works are the links that are moral imperatives. That is, links that show the overall color or style that dominated the literary works. Javanese literary works are the literary works of poets who lived in the palace of Surakarta Java era of new period that has Islamicmetrum. pattern that dominated literary works of the new Java, among others, nature knights problem, oneness, morality or good behavior, and others.
D.Literature's Works Used New Java Poem
1. Literary Works of Sri Mangkunegaran IV (Serat-Serat Piwulang)
a.SeratWarayagnya (1784), using Dhandanggula song, contains 10 verses.
b.SeratWirawiyata wear sinom song (contains 42 verses), song pangkur (contains 14 verses).
c.SeratSriyatna, wearing Dhandanggula song contains 15 verses.
d.SeratNayakawara, use pangkur song (contains 21 verses), and Dhandanggula song (contains 12 verses).
e.SeratPaliatma (1799), using Dhandanggula song contains 18 verses.
f.SeratPaliwara (1812), using Dhandanggula song contains 6 verses, and contains 7 songs sinom stanza.
g.Serat Paliwarma (1793), using mijil song contains 11 verses, and song Pocung contains 11 verses.
h.SeratSalokatama (1799), using Mijil song contains 31 verses.
i.Serat Darmalaksita (1807), using 12 verses of Dhandanggula song, and song Kinanthi contains 10 verses, and Mijil song contains 18 verses.
j.Serat Triparma, using Dhandanggula song contains 7 verses.
k.Serat Yogatama, using Dhandanggula song contains 7 verses, and contains 7 songs Kinanthi stanza.
l.Serat Wedhatama, using Pocung song contains 15 verses, songs Gambuh containing 25 verses, songs pickaxe contains 14 verses, and song sinom contains 18 verses.
2. Literary works of R. Ngb. Ranggawarsito (unknown):
a.Serat Kalatiddha, using sinom contains 12 verses.
b.Serat Sabdjati, using Megatruh song contains 19 verses.
c.Serat Sandatama, using Gambuh song contains 22 verses.
d.Serat Wedharaga, using Gambuh song contains 38 verses.
E.Islamization of Java's Works Contemporary Literature
The works of contemporary Javanese (Independence Day) is difficult to find because most poetry makers are still reluctant to create an Islamic poetry. Most of them were made of literary works which is more than the Islamic Javanism. Also, the Islamic Javanese poetry is assumedmore excited yet, so most of them are more like poems of Javanism.
F.Bibliography
§Amin, Darori dkk. Islam dan Kebudayaan Jawa. Gama Media. Yogyakarta. 2000.
§Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ronggowarsito. UI Press. Jakarta. 1988.
§Kayam, Umar dkk. Ketika Orang Jawa Nyeni. Galang Press. Yogyakarta. 2000.
Wiyasa, Thomas dan Bratawijaya. Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Pradnya Paramita. Jakarta. Jakarta. 1997.
الحمد لله رب العالمين القائل في كتابه الكريم: "تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيئ قدير، الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملاً وهو العزيز الغفور"، والصلاة والسلام على سيدنا محمد الذي بعث بالشريعة السمحة رحمة للعالمين وعلى آله وصحبه أجمعين.
قد اختصرت هذا الكتاب "علم أصول الفقه" لكي أفهم علوم التي كتبها المرحوم الأستاذ الجليل الشيخ عبد الوهاب خلاف وقسم ما كان في كتابه إلى مقدمة و أربعة أقسام. فا المقدمة تكلمت عن مقارنة عامة بين علم الفقه و علم أصول الفقه يتبين منها التعريف بها وما يتعلق بهذه الدراسة.
و القسم الأول يبحث فيه عن الأدلة التي تستمد منها الأحكام الشرعية، وفي هذ القسم تتجلى سعة المصادر التشريعية في الشريعة الإسلامية ومرونتها وخصوبتها وصلاحيتها للتقنين في كل عصر ولكل أمة.
والقسم الثاني يبحث فيه عن الأحكام الشرعية الأربعة، وفي هذ القسم تظهر أنواع ما شرع في الإسلام من الأحكام، ويتجلى عدل الله ورحمته في رفع الحرج عن المكلفين وإرادة اليسر بهم.
والقسم الثالث يتكلم في القواعد الأصلية اللغوية التي تطبق في فهم الأحكام من نصوصها، وفي هذا القسم تظهر دقة اللغة العربية في دلالتها على المعاني ومهارة علماء التشريع الإسلامي في استمثارهم الأحكام من النصوص، وسبلهم القويمة في إزالة خفائها وفي تفسيرها وتأويلها.
والقسم الرابع يبعث عن القواعد الأصلية التشريعية التي تطبق في فهم الاحكام من نصوصها، وفي الإستنباط فيما لا نص فيه. وهذا هو لب العلم وروحه. وفيه يتجلى مقصد الشارع العام من تشريع الأحكام، وما أنعم الله به على عباده من رعاية مصالحهم.
علم الفقه في الإصطلاح الشرعي هو العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية – أو هو مجموعة الأحكام الشرعية العملية المستفادة من أدلتها التفصيلية.
علم أصول الفقه في اصطلاح الشرعي هو العلم بالقواعد والبحوث التي يتوصل بها إلى استفادة الأحكام الشرعية العملية من أدلتها التفصيلية. أو هي مجموعة القواعد والبحوث التي يتوصل بها إلى استفادة الأحكام الشرعية العملية من أدلتها التفصيلية.
الدليل الكلي هو النوع العام من الأدلة التي تندرج فيه عدة جزئيات مثل الأمر والنهي والعام والمطلق والإجماع الصريح والإجماع السكوني. والقياس النصوص على علته والقياس المستنبطة علته. فالأمر كلي يندرج كله تحته جميع الصيغ التي وردت بصيغة الأمر، والنهي كله يندرج تحته جميع الصيغ التي وردت بصيغة النهي وهكذا. وأما الحكم الكلي فهو النوع العام من الأحكام الذي تندرج فيه عدة جزئيات مثل الإيجاب والتحريم والصحة والبطلان.
القسم الأول في الأدلة الشرعية
الدليل الشرعي هو ما يستفاد منه حكم شرعي مطلقاً، سواء أكان على سبيل القطع أم على سبيل الظنى. الأدلة الشرعية التي تستفاد منها الأحكام العملية ترجع إلى أربعة على سبيل الترتيب: القرآن والسنة والإجماع والقياس. وتوجد أدلة أخرى عدا هذه الأدلة الأربعة لم يتفق جمهور المسلمين على الإستدلال بها، بل منهم من استدل بها على الحكم الشرعي، ومنهم من أنكر الأستدلال بها. وأشهر هذه الأدلة المختلف في الإستدلال بها ستة : الإستحسان، والمصلحة المرسلة، والإستصحاب، والعرف، ومذهب الصحابي، وشرع من قبلنا. فجملة الأدلة الشرعية عشرة.
القسم الثاني في الأحكام الشرعية
هذا القسم يبجث عن الأحكام التي كانت في علم أصول الفقه، وجملته أربعة هي:
1-الحاكم : هو من صدر عنه الحكم.
2-الحكم : هو ما صدر من الحاكم دالاً على إرادته في فعل المكلف.
3-المحكوم فيه : هو فعل المكلف الذي تعلق الحكم به.
4-المحكوم عليه : هو المكلف الذي تعلق الحكم بفعله.
الحاكم
لا خلاف بين علماء المسلمين في أن مصدر الأحكام الشرعية لجميع أفعال المكلفين هو الله سبحانه، وإنما الخلاف فيما يعرف به حكم الله. ولعلماء المسلمين في هذا الخلاف مذاهب ثلاثة: مذهب الأشاعرة أتباع أبي الحسن الأشعري، مذهب المعتزلة أتباع واصل ابن عطاء، ومذهب الماتريدي. وهذا المذهب الثالث وسط معتدل وهو الراجح في رأيي وخلاصته أن أفعال المكلفين فيها خواص ولها آثار تقتضي حسنها او قبحها.
الحكم
الحكم الشرعي في اصطلاح الأصوليين هو خطاب الشرعي المتعلق بأفعال المكلفين طلباً أو تخييراً او وضعاً. ومن هذا التعريف ينقسم الحكم الشرعي إلى قسمين، هما:
1-الحكم التكليفي هو ما اقتضى طلب فعل من المكلف أو كفّه عن فعل أو تخييره بين فعل والكف عنه. وأقسامه هي الإيجاب والندب والتحريم والكراهة والإباحة.
2-الحكم الوضعي هو ما اقتضى وضع شيئ سبباً لشيئ او شرطاً له او مانعاً منه. وإنما سمي الحكم الوضعي لأن مقتضاه وضع أسباب لمسببات، أو شروط لمشروطات، أو مانع من أحكام. لأنه ثبت بالإستقراء أنه إما أن يقتضي جعل شيئ، أو شرطاً، أو مانعاً، أو مسوغاً الرخصة بدل العزيمة، أو صحيحاً غير صحيح.
المحكوم فيه
كانت جميع الأوامر والنواهي متعلقة بأفعال المكلفين. ففي الأوامر: المكلف به: فعل المأمور به، وفي النواهي هو الكف عن المنهي عنه.
شرط صحة التكليف بالفعل:
1-أن يكون معلوماً للمتكلف علماً تاماً حيى يستطيع المكلف القيام به كما طلب منه.
2-أن يكون معلوماً أن التكليف به صادر ممن له سلطان التكليف.
3-أن يكون الفعل المكلف به ممكناً، أو أن يكون في قدرة المكلف أن يفعله او أن يكف عنه.
المحكوم عليه
هو المكلف الذي تعلق الحكم بفعله. ويشترط في المكلف لصحة تكليفه شرعاً سرطان. أحدها أن يكون قادراً على فهم دليل التكليف بأن يكون في استطاعته أن يفهم النصوص القانونية التي يكلف بها من القرآن و السنة بنفسه أو بالواسطة. وأما من لا يعرفون اللغة العربية ولا يستطيعون فهم أدلة الشرعية من القرآن و السنة كالجاويين و أمريكيين وغيرهم، فهؤلاء لا يصح تكليفهم صرعاً إلا إذا تعلموا اللغة العربية واستطاعوا أن يفهموا نصوصها، او بواسطة ترجيم اللغة إلى لغتهم أو من شتى الوسائل التي تطورت في ذلك الزمان. وثانيها أن يكون أهلاً لما كلف به أي الصلاحية.
القسم الثالث في القواعد الأصولية اللغوية
كانت نصوص القرآن والسنّة باللغة العربية. وفهم الأحكام منها إنما يكون صحيحاً إذا روعي فيه مقتضى الأساليب في اللغة العربية وطرق الدلالة فيها وما تدل عليه ألفاظها مفردة ومركبة. القواعد والضوابط التي قررها علماء أصول الفقه الإسلامي في دلالة الألفاظ على المعاني وفيما يدل عليه العام والمطلق والمشترك، وفيما يحتمل التأويل وما لا يحتمل التأويل، وفي أن العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب، وفي أن العطف يقتضى المغايرة وأن الأمر المطلق يقتضى الإيجاب وغير ذلك من ضوابط فهم النصوص واستمثار الأحكام منها. وقرر العلماء أن الألفاظ التي استعملت في معان عرفية شرعية كالصلاة والزكاة والطلاق تفهم في النصوص بمعانيها العرفية لا بمعاني اللغوية لأن المقنّن يراعي في تعبيره عرفه الخاص، فإذا لم يكن له عرف خاص يراعي العرف اللغوي العام.
ولهذا القسم سبع قواعد : في طريق دلالة النص، في مفهوم المخالفة، في الواضح الدلالة ومراتبه، في غير الواضح الدلالة ومراتبه، في المشترك ودلالته، في العام ودلالته، والخاص ودلالته.
القسم الرابع في القواعد الأصولية التشريعية
هذه القواعد التشريعية استمدها علماء أصول الفقه الإسلامي من استقراء الأحكام الشرعية، ومن استقراء عللها وحكمها التشريعية. ومن النصوص التي قررت مبادئ تشريعية عامة وأصولاً تشريعية كلية، وكما تجب مزاعاتها في استنباط الأحكام من النصوص تجب مراعتها في استنباط الأحكام فيما لا نص فيه، ليكون التشريع محققاً ما قصد به موصلاً إلى تحقيق مصالح الناس والعدل بينهم:
القاعدة الأولى- في المقصود العام من التشريع، هو تحقيق مصالح الناس بكفالة ضروريتهم وتوفير حاجيتهم وتحسينياتهم.
القاعدة الثانية- فيما هو حق الله وما هو حق المكلف، المراد بما هو حق الله ما هوحق للمجتمع وشرع حكمه للمصلحة العامة لا لمصلحة فرد خاص. والمراد بما هو حق المكلف م هو حق للفرد وشرع حكمه لمصلحته خاصة، وقد ثبت بالإستقراء أن أفعال المكلفين التي تعلقت بها الأحكام الشرعية.
القاعدة الثالثة- فيما يسوغ الإجتهاد فيه، فالإجتهاد على الأيات التي تدل على ظني الدلالة وكذلك إذا كانت الواقعة لا نص على حكمها أصلاً ففيها مجال متسع للإجتهاد. فإن كانت الواقعة التي يراد معرفة حكمها قد دلّ على الحكم الشرعيفيها دليل صريح قطعي الورود والدلالة فلا مجال للإجتهاد فيها والواجب أن ينفذ فيها ما دلّ عليه النص.
القاعدة الرابعة- في نسخ الحكم، هو إبطال العمل بالحكم الشرعي بدليل متراخ عنه، يدل على إبطاله صراحة أو ضمناً، إبطالاً كلياً أو جزئياً لمصلحة اقتضته، او هو إظهار دليل لاحق نسخ ضمناً العمل بدليل سابق. ولانسخ لحكم شرعي في القرآن او السنة بعد وفاة الرسول. ومن هذا نستفيد أن النسخ إما صريحاً وإما ضمنياً.
القاعدة الخامسة- في التعارض والترجيح، إذا تعارض النصان ظاهراً وجب البحث والإجتهاد في الجمع والتوفيق بينهما بطريق صحيح من طرق الجمع والتوفيق، فإن لم يكن فبالترجيح، فإن لم يكن هذا ولا ذاك وعلم تاريخ ورودهما كان اللاحق منها ناسخاً للسابق، وإن لم يعلم فتوقف عن العمل بهما.
التعليق
كان هذا الكتاب يبحث بحثاً عميقاً عن شيئ أساسي في علم أصول الفقه بكلام قصير صريح وواضح. وأيضاً إن هذا الكتاب يشتمل على المواد التي يحتاج بها طالب العلم في فهم ما يسمى بعلم أصول الفقه وما فيها. في الحقيقة لا يليق عليّ أن أقصر ما في الكتاب لأن كل كلام كان من بيان مهمّ غير لائق أن أختصره. فلا نبالغ أن نقول على أن هذا الكتابللشيخ عبد الوهاب خلاف شيئ عظيم ومشهور عند علماء أصول الفقه.
" Jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu!
Jangan menyuap sebelum mencicipinya!
Tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru, sesuatu hanya terwujud dari tindakan.
Janganlah bagai orang gunung yang membeli emas, mendapat besi kuning sudah menduganya emas.
Bila tanpa dasar, bhakti membuta akan menyesatkan."
-Dewaruci-