Journey Of Islam (Kalimantan, Sulawesi, dan Madura)

Diposting oleh Yuswan Rois on Sabtu, 23 April 2011


I. Pendahuluan
Pada umumnya, penyebaran Islam di Indonesia tidak lepas dari perdagangan dan asimilasi budaya maupun agama. Darah-daerah yang terletak di pesisir pantai utara pasti lebih dahulu mengenal islam dari pada daerah yang lain dikarenakan oleh jalur perdagangan Internasional yang melibatkan daerah tersebut sebagai “Transit”.
Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman bin Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Dalam versi lain disebutkan bahwa suatu golongan Zaidiyah yang pro terhadap Ali bin Abi Thalib mengungsi dari kerajaan Bani Umayyah karena dikejar-kejar, telah bermukim di Cina sebelum tahun 750 M. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Islam masuk Indonesia bukan dari pedagang India atau Persia tapi langsung dari Arab dan penyiarnya orang Arab Islam. Adapun pengikut-pengikut mereka adalah pedagang-pedagang dari Gujarat yang turut mengambil bagian dalam perdagangan. Daerah di Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Jawa Tengah, kemudian lama kelamaan agama Islam masuk ke pelosok tanah air dengan pesatnya.
Dari sini, timbullah pemahaman yang menyatakan kapan islam masuk di Indonesia pertama kali dan daerah mana saja yang terlibat. Islam masuk di Nusantara sekitar pada abad ketujuh dan diantaranya adalah seperti Islam di Phanrang (wilayah Champa), atau di Leran (di pesisir utara Jawa timur), di Sumatra (Pasai), Malaka, dan Islam di kerajaan Mataram (jawa Tengah). Dari daerah tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan yang dikarenakan perbedaan tingkat penerimaan Islam pada satu bagian atau bagian yang lainnya bergantung tidak hanya pada waktu pengenalannya, tetapi tak kurang pentingnya bergantung pada watak budaya lokal yang dihadapi Islam. Sebagai contoh, di daerah pesisir yang umumnya memiliki budaya maritim dan kosmopolitan lebih terbuka dari pada daerah pedalaman yang memiliki budaya Agraris yang lebih tertutup.
Sekarang, yang belum kita ketahui adalah bagaimana Islam dapat berkembang pesat di kalimantan, Sulawesi, dan Madura setelah mengetahui bagaimana Islam lebih dulu menempati Pulau Jawa. Makalah ini bertujuan untuk membahas tiga daerah tersebut secara detail dan faktor apa saja yang membawa Islam ke sana.
II. Pembahasan
1. Kedatangan Islam
a. Kalimantan
Sekitar tahun 1550 di Banjar berdiri kerajaan Islam dengan rajanya bergelar Sultan Suryanullah dan pada saat itu juga banyak rakyat Banjar yang memeluk agama islam begitu pula dengan daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Banjar.
Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari makassar yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, dengan cepat islam berkembang di Kutai, termasuk raja mahkota memeluk islam. Kemudian pengembangan islam dilanjutkan ke daerah-daerah pedalaman pada pemerintahan Aji di Langgar. Pada tahun 1550 M, di Sukadan (Kalimantan Barat) telah berdiri kerajaan islam. Ini berarti jauh sebelum tahun itu rakyat telah memeluk agama islam, Adapun yang meng-islamkan daerah Sukadana adalah orang Arab islam yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana Sultan yang masuk islam adalah Panembahan Giri Kusuma (1591) dan Sultan Hammad Saifuddin (1677).
Sebelum islam masuk ke Dayak, suku Dayak menyembah berhala, tapi lama-kelamaan kebanyakan dari mereka memeluk islam. Peng-Islaman di Dayak melalui jalan perdagangan, pernikahan, dan dakwah, penyiaran Islam di Dayak dilakukan oleh pendatang dari Arab, Bugis, dan Melayu. Perkembangan Islam selanjutnya diteruskan oleh keturunan-keturunan mereka dengan penuh semangat.
b. Sulawesi
Islam di Sulawesi tidak sebaik Islam di Jawa dan Sumatra, cara peng-Islaman di Sulawesi pun dilakukan dengan jalan damai, tidak ada kekerasan sama sekali. Adapun yang menyiarkan Islam di Sulawesi adalah Datuk Ribandang dan Datuk Sulaiman.
Di wilayah Sulawesi Utara mulai dari Mandar sampai Manado pada pertengahan abad ke -16 menjadi bawahan Kerajaan Ternate yang rajanya adalah seorang Muslim. Atas ajakan raja Ternate, raja Bolang Mongondow memeluk Islam. Terus ke timur di kepulauan Maluku pada mula abad ke-16 telah memiliki kerajaan Islam yakni Kerajaan Bacan. Muballigh dari kerajaan Ini terus mendakwahkan Islam ke kawasan tetangga di Papua melalui jalur perdagangan.
Di antara kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam di Sulawesi adalah Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Semua kerajaan tersebut telah ada di Sulawesi Selatan pada abad 16.
c. Madura
Diketahui dari beberapa literatur bahwa penyebaran Islam di Pulau ini dilakukan oleh Sunan Giri yang bernama Raden Paku yang sebelumnya telah melakukan dakwah Islam di Bukit Giri Gresik. Akan tetapi sebelum itu sudah banyak pedagang-pedagang Islam misalnya dari Gujarat yang singgah di pelabuhan-pelabuhan pantai madura, terutama di pelabuhan kalianget. Antar aksi yang berpuluh-puluh tahun antara penduduk asli dengan para pedagang sebagai pendatang tentu membawa pengaruh terhadap kebudayaan dan kepercayaan mereka, diceritakan di suatu daerah di dekat desa Persanga di Sumenep datang seorang penyiar Agama Islam. Ia memberi pelajaran Agama Islam di Pulau Sumenep, diceritakan pula bahwa seorang santri telah dianggap dapat melakukan rukun agama Islam maka ia lalu dimandikan dengan air dengan dicampuri macam-macam bunga yang baunya sangat harum, dimandikan secara demikian disebut dengan "e dusdus", karena itu tempat dimana dilakukan upacara dinamakan desa "Padusan". Kampung Padusan ini termasuk desa Pamolokan kota Sumenep, guru yang memberi pelajaran agama itu disebut "Sunan Padusan" menurut riwayat hidupnya ia keturunan dari Arab ayahnya bernama Usman Hadji, anak dari Raja Pandita saudara dari Sunan Ampel. Pada waktu itu rakyat sangat suka mempelajari Agama Islam sehingga mempengaruhi kepada Rajanya ialah pangeran Jokotole yang lalu masuk Islam.
Sunan Padusan itu lalu dipungut menjadi anak menantu Jokotole tempat tinggal Sunan Padusan itu mula-mula di desa Padusan lalu pindah ke keraton Batuputih. Penyebaran agama Islam ini terus meluas tidak hanya di pantai-pantai Pulau Madura, tetapi juga sampai ke pelosok-pelosok desa, karena itu penduduk Madura hingga sekarang boleh dikatakan 99% beragama Islam. Demikian pula kebudayaan Arab masuk ke Madura bersama meluasnya Agama Islam. Karena itu kesenian Hadrah, Gambus, Zamrah terdapat sampai ke pelosok-pelosok desa dan kampung sehingga boleh dikatakan sudah menjadi kebudayaan Madura.

III. Kesimpulan
Dari apa yang telah tertulis di atas, setidaknya ada hal-hal yang menarik untuk disimak, yaitu proses penyebaran Islam dengan mudah memasuki daerah-daerah yang dilalui jalur perdagangan. Terbukti dari daerah tersebut dengan banyaknya jumlah penduduk Muslim saat itu dan dibuktikan lagi dengan Makam-makam yang ditemukan dengan batu nisan bercorak Islam baik India, Arab, Cina, maupun Persia. Terlebih lagi dengan bangunan masjid yang menunjukkan bahwa penduduk ikut serta bergotong-royong dalam proses pembangunannya.
Hal lain yang dapat disimpulkan menurut Ahmad Mansur Surya Negara dalam bukunya “Menemukan Sejarah” bahwa ada tiga teori masuknya Islam di Indonesia secara umum;
1. Teori Gujarat
2. Teori Arab
3. Teori Persia (Iran)
Sedangkan cara masuknya Islam di Indonesia terdiri dari 5 hal berikut;
1. Perdagangan
2. Perkawinan
3. Pendidikan
4. Dakwah
5. Kesenian
Dengan demikian, faktor perekonomianlah yang menjadi alasan utama bangsa-bangsa Islam datang ke Nusantara. Dengan proses yang damai tersebut, maka Islam di Indonesia berbeda dengan Islam yang berada di Persia dan India yang cenderung dengan Ekspansi Militer. Maka, cukup masuk akal jika Islam di Indonesia dikatakan “Unik” dan berbeda dengan yang lain oleh karena ajarannya. Hal ini seperti teori Konversi dan Adhesi yang menyatakan bahwa penyebaran Islam melibatkan para penguasa setempat yang akhirnya dengan mudah melakukan Islamisasi. Dan teori Adhesi, yaitu konversi ke dalam Islam tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktik keagamaan yang lama. Atau dengan kata lain, Islam hanya menambah satu kepercayaan dan praktik yang dapat berubah sesuai dengan tujuan-tujuan tertentu.

Referensi:
1. Azra, Azyumardi, “Islam Nusantara”, Bandung: Mizan,2002.
2. Tjandrasasmita, Uka, “Arkeologi Islam Nusantara”, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009.
3. Ricklefs, M.C., “A History of Modern Indonesia”, London: Macmillan, 1990.
4. Abdurrahman, Buku selayang pandang sejarah Madura.
5. Dra. Dwi Hartini, Masuknya Pengaruh Islam di Indonesia.
6. http://www.swaramuslim.net/islam/Sirah_indo/

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar